Salah satu daya tarik lovebird adalah karena warnanya yang indah. Oleh karena itu, dalam pengembangbiakan lovebird biasanya direncanakan suatu pengembangbiakan lovebird dengan pola warna tertentu.
Hal ini memang memungkinkan dan sudah banyak yang berhasil mengembangbiakkan lovebird dengan warna-warna tertentu. Biasanya warna-warna yang langka akan membuat harga lovebird menjadi sangat tinggi.
Dalam merencanakan warna bulu pada pengembangbiakan lovebird tidak dapat dilepaskan dari hukum genetik. Secara umum, demikian disebutkan Siti Nuramaliati Prijono dalam buku berjudul Lovebird, telah diketahui bahwa dari pasangan yang dikawinkan maka sifat anak-anak 50% meniru induk betina dan 50% meniru induk jantan. Dengan kata lain sifat anak merupakan perpaduan setengah sifat induk jantan dan setengah sifat induk betina. Sifat-sifat yang diturunkan ini pun masih dipengaruhi oleh sifat resesif dan sifat dominan yang dimiliki oleh pasangan yang dikawinkan.
Untuk menentukan sifat resesif dan dominan ini dapat diperkirakan setelah suatu pasangan yang berlainan sifatnya (dalam hal ini warna bulu) menurunkan dua-tiga periode keturunan. Bila keturunan pada periode-periode tersebut cenderung mempunyai hasil yang relatif sama maka dapat diperkirakan sifat dominan dan resesif yang ada pada induk jantan dan atau induk betina. Berdasarkan pengalaman-pengalaman inilah kemudian dapat disusun program perencanaan warna bulu pada anak lovebird dari pasangan-pasangan yang dipelihara.
Berkaitan dengan pengembangbiakan lovebird untuk mendapatkan warna bulu yang berbeda maka pengetahuan dasar mengenai genetik sangat penting diketahui oleh penangkar. Dengan pengetahuan dasar genetik tersebut memungkinkan penangkar untuk mengawinsilangkan lovebird sehingga dapat diperoleh anak lovebird dengan warna bulu yang diinginkan.
A. Genetika sebagai Pengetahuan Dasar Pengembangbiakan Lovebird
Genetika adalah ilmu tentang keturunan atau asal-usul makhluk hidup. Dalam ilmu ini dipelajari cara suatu sifat (karakter) diturunkan kepada keturunannya.
Unit terkecil bahan sifat keturunan adalah gen. Gen terletak pada kromosom dan tersusun secara linear. Dalam setiap sel tubuh terdapat sepasang kromosom. Dengan sendirinya gen-gen pada kromosom berpasangan dan pasangan gen tersebut terletak pada lokus yang sama. Gen-gen yang terletak pada lokus yang sama memiliki pekerjaan yang sama, hampir sama, atau berlawanan, tetapi untuk satu tugas tertentu. Sebagai contoh, gen G bersama alelnya g bekerja untuk menumbuhkan pigmentasi warna bulu. Gen G mampu untuk berpigmentasi, sedangkan gen g tidak mampu berpigmentasi. Tugas gen tersebut berlawanan, tetapi untuk tugas yang sama yaitu pigmentasi warna bulu.
Selama proses reproduksi, satu set kromosom diturunkan dari setiap induknya kepada anaknya. Sperma dan sel telur hanya berisi setengah dari jumlah kromosom yang ada di sel lainnya pada tubuh. Jadi, ketika dua dari “setengah kelompok” bersatu pada waktu proses pembuahan telur oleh sperma terbentuk suatu gabungan yang diturunkan pada anaknya.
Dalam genetika, bentuk luar atau kenyataan karakter yang dimiliki suatu individu (misalnya: warna hijau pada bulu) dikenal dengan istilah fenotip. Sementara bentuk susunan genetik suatu karakter yang dimiliki suatu individu dan ditulis dengan simbol gen dikenal dengan istilah genotip. Simbol gen untuk lovebird yang bulunya berwarna normal (hijau) ditulis GG. Lovebird yang berbulu lutino, biru, dan warna mutasi lainnya ditulis gg. Lovebird yang memiliki simbol gen yang sama (pasangan kedua alel pada suatu individu sama), misalnya GG dan gg, disebut homozigot.
GG adalah pasangan homozigot yang bersifat dominan, sedangkan gg adalah pasangan homozigot yang bersifat resesif. Hal ini berarti bahwa warna lovebird yang normal (hijau) adalah dominan terhadap warna mutasi. Apabila lovebird memiliki simbol gen yang berbeda (pasangan kedua alel pada suatu individu tak sama), misalnya Gg, disebut heterozigot. Lovebird yang memiliki genotip yang heterozigot (Gg) maka akan menunjukkan warna bulu hijau. Warna hijau adalah dominan terhadap warna mutasi dan warna mutasi tersebut tertutup oleh warna hijau sehingga tidak terlihat dari penampilannya.
B. Program Persilangan untuk Menghasilkan Warna Mutasi Bulu
Gen dapat mengalami mutasi lebih dari sekali sehingga dapat terbentuk 2 atau lebih macam alel bagi suatu gen. Gen G berperan untuk menumbuhkan warna bulu secara normal lalu gen G mengalami mutasi. Dengan demikian, gen G tidak mampu mengadakan warna bulu secara normal sehingga akan menghasilkan warna bulu lainnya, seperti albino dan lutino. Gen G yang bermutasi itu diberi simbol g. Gen yang mengalami mutasi tersebut ditulis dengan huruf kecil karena karakter yang ditumbuhkan bersifat resesif.
Artinya, bila gen g terdapat pada satu tubuh dengan gen G maka gen g akan ditutupi atau dikalahkan. Kejadian mutasi gen ini dapat dimanfaatkan untuk tujuan pengembangbiakan lovebird sehingga dihasilkan lovebird dengan warna bulu yang diharapkan, yaitu sama atau berbeda dengan induk jantan dan betinanya. Untuk tujuan komersial, cara ini cukup menguntungkan karena lovebird dengan warna mutasi mempunyai daya jual yang lebih mahal.
Jenis lovebird yang banyak dijual di pasar burung di Indonesia adalah lovebird ‘muka salem’, lovebird kacamata ‘fischer’, lovebird kacamata ‘topeng’, dan lovebird hasil mutasi. Ketiga jenis lovebird tersebut dapat mudah dikembangbiakkan untuk menghasilkan lovebird warna mutasi. Di antara ketiga jenis lovebird komersial tersebut, lovebird ‘muka salem’ dapat menghasilkan banyak warna mutasi, seperti lutino (kuning, mata merah), golden cherry (kuning), cinnamon (cokelat kekuningan), biru pastel, pied (bercak warna), dan albino (putih, mata merah). Warna mutasi dari lovebird kacamata ‘topeng’ yang terkenal adalah biru.
Untuk mendapatkan anakan dengan warna mutasi, penangkar harus mempunyai induk dengan warna mutasi. Apabila ingin diperoleh anak dengan warna mutasi dari kedua induk yang berbulu normal maka caranya sangat rumit dan membutuhkan waktu yang sangat lama. Berikut ini contoh-contoh program perencanaan warna bulu pada anak lovebird dari pasangan-pasangan yang dipelihara.
1. Lutino dan albino
Lutino dan albirto pada lovebird ‘muka salem’ adalah bentuk dari mutasi rangkai kelamin resesif. Gen lutino dan albino terletak pada kromosom kelamin. Oleh karena itu, karakter yang ditimbulkan gen ini diturunkan bersama dengan karakter kelamin. Selain kedua bentuk mutasi tersebut, bentuk mutasi bulu lain yang melibatkan rangkai kelamin resesif adalah cinnamon murni atau hasil mutasi yang bermata merah.
Perhatikan digram di bawah ini:
Salah satu daya tarik lovebird adalah karena warnanya yang indah. Oleh karena itu, dalam pengembangbiakan lovebird biasanya direncanakan suatu pengembangbiakan lovebird dengan pola warna tertentu. Hal ini memang memungkinkan dan sudah banyak yang berhasil mengembangbiakkan lovebird dengan warna-warna tertentu. Biasanya warna-warna yang langka akan membuat harga lovebird menjadi sangat tinggi.
Dalam merencanakan warna bulu pada pengembangbiakan lovebird tidak dapat dilepaskan dari hukum genetik. Secara umum, demikian disebutkan Siti Nuramaliati Prijono dalam buku berjudul Lovebird, telah diketahui bahwa dari pasangan yang dikawinkan maka sifat anak-anak 50% meniru induk betina dan 50% meniru induk jantan. Dengan kata lain sifat anak merupakan perpaduan setengah sifat induk jantan dan setengah sifat induk betina. Sifat-sifat yang diturunkan ini pun masih dipengaruhi oleh sifat resesif dan sifat dominan yang dimiliki oleh pasangan yang dikawinkan.
Untuk menentukan sifat resesif dan dominan ini dapat diperkirakan setelah suatu pasangan yang berlainan sifatnya (dalam hal ini warna bulu) menurunkan dua-tiga periode keturunan. Bila keturunan pada periode-periode tersebut cenderung mempunyai hasil yang relatif sama maka dapat diperkirakan sifat dominan dan resesif yang ada pada induk jantan dan atau induk betina. Berdasarkan pengalaman-pengalaman inilah kemudian dapat disusun program perencanaan warna bulu pada anak lovebird dari pasangan-pasangan yang dipelihara.
Berkaitan dengan pengembangbiakan lovebird untuk mendapatkan warna bulu yang berbeda maka pengetahuan dasar mengenai genetik sangat penting diketahui oleh penangkar. Dengan pengetahuan dasar genetik tersebut memungkinkan penangkar untuk mengawinsilangkan lovebird sehingga dapat diperoleh anak lovebird dengan warna bulu yang diinginkan.
A. Genetika sebagai Pengetahuan Dasar Pengembangbiakan Lovebird
Genetika adalah ilmu tentang keturunan atau asal-usul makhluk hidup. Dalam ilmu ini dipelajari cara suatu sifat (karakter) diturunkan kepada keturunannya.
Unit terkecil bahan sifat keturunan adalah gen. Gen terletak pada kromosom dan tersusun secara linear. Dalam setiap sel tubuh terdapat sepasang kromosom. Dengan sendirinya gen-gen pada kromosom berpasangan dan pasangan gen tersebut terletak pada lokus yang sama. Gen-gen yang terletak pada lokus yang sama memiliki pekerjaan yang sama, hampir sama, atau berlawanan, tetapi untuk satu tugas tertentu. Sebagai contoh, gen G bersama alelnya g bekerja untuk menumbuhkan pigmentasi warna bulu. Gen G mampu untuk berpigmentasi, sedangkan gen g tidak mampu berpigmentasi. Tugas gen tersebut berlawanan, tetapi untuk tugas yang sama yaitu pigmentasi warna bulu.
Selama proses reproduksi, satu set kromosom diturunkan dari setiap induknya kepada anaknya. Sperma dan sel telur hanya berisi setengah dari jumlah kromosom yang ada di sel lainnya pada tubuh. Jadi, ketika dua dari “setengah kelompok” bersatu pada waktu proses pembuahan telur oleh sperma terbentuk suatu gabungan yang diturunkan pada anaknya.
Dalam genetika, bentuk luar atau kenyataan karakter yang dimiliki suatu individu (misalnya: warna hijau pada bulu) dikenal dengan istilah fenotip. Sementara bentuk susunan genetik suatu karakter yang dimiliki suatu individu dan ditulis dengan simbol gen dikenal dengan istilah genotip. Simbol gen untuk lovebird yang bulunya berwarna normal (hijau) ditulis GG. Lovebird yang berbulu lutino, biru, dan warna mutasi lainnya ditulis gg. Lovebird yang memiliki simbol gen yang sama (pasangan kedua alel pada suatu individu sama), misalnya GG dan gg, disebut homozigot.
GG adalah pasangan homozigot yang bersifat dominan, sedangkan gg adalah pasangan homozigot yang bersifat resesif. Hal ini berarti bahwa warna lovebird yang normal (hijau) adalah dominan terhadap warna mutasi. Apabila lovebird memiliki simbol gen yang berbeda (pasangan kedua alel pada suatu individu tak sama), misalnya Gg, disebut heterozigot. Lovebird yang memiliki genotip yang heterozigot (Gg) maka akan menunjukkan warna bulu hijau. Warna hijau adalah dominan terhadap warna mutasi dan warna mutasi tersebut tertutup oleh warna hijau sehingga tidak terlihat dari penampilannya.
B. Program Persilangan untuk Menghasilkan Warna Mutasi Bulu
Gen dapat mengalami mutasi lebih dari sekali sehingga dapat terbentuk 2 atau lebih macam alel bagi suatu gen. Gen G berperan untuk menumbuhkan warna bulu secara normal lalu gen G mengalami mutasi. Dengan demikian, gen G tidak mampu mengadakan warna bulu secara normal sehingga akan menghasilkan warna bulu lainnya, seperti albino dan lutino. Gen G yang bermutasi itu diberi simbol g. Gen yang mengalami mutasi tersebut ditulis dengan huruf kecil karena karakter yang ditumbuhkan bersifat resesif.
Artinya, bila gen g terdapat pada satu tubuh dengan gen G maka gen g akan ditutupi atau dikalahkan. Kejadian mutasi gen ini dapat dimanfaatkan untuk tujuan pengembangbiakan lovebird sehingga dihasilkan lovebird dengan warna bulu yang diharapkan, yaitu sama atau berbeda dengan induk jantan dan betinanya. Untuk tujuan komersial, cara ini cukup menguntungkan karena lovebird dengan warna mutasi mempunyai daya jual yang lebih mahal.
Jenis lovebird yang banyak dijual di pasar burung di Indonesia adalah lovebird ‘muka salem’, lovebird kacamata ‘fischer’, lovebird kacamata ‘topeng’, dan lovebird hasil mutasi. Ketiga jenis lovebird tersebut dapat mudah dikembangbiakkan untuk menghasilkan lovebird warna mutasi. Di antara ketiga jenis lovebird komersial tersebut, lovebird ‘muka salem’ dapat menghasilkan banyak warna mutasi, seperti lutino (kuning, mata merah), golden cherry (kuning), cinnamon (cokelat kekuningan), biru pastel, pied (bercak warna), dan albino (putih, mata merah). Warna mutasi dari lovebird kacamata ‘topeng’ yang terkenal adalah biru.
Untuk mendapatkan anakan dengan warna mutasi, penangkar harus mempunyai induk dengan warna mutasi. Apabila ingin diperoleh anak dengan warna mutasi dari kedua induk yang berbulu normal maka caranya sangat rumit dan membutuhkan waktu yang sangat lama. Berikut ini contoh-contoh program perencanaan warna bulu pada anak lovebird dari pasangan-pasangan yang dipelihara.
1. Lutino dan albino
Lutino dan albirto pada lovebird ‘muka salem’ adalah bentuk dari mutasi rangkai kelamin resesif. Gen lutino dan albino terletak pada kromosom kelamin. Oleh karena itu, karakter yang ditimbulkan gen ini diturunkan bersama dengan karakter kelamin. Selain kedua bentuk mutasi tersebut, bentuk mutasi bulu lain yang melibatkan rangkai kelamin resesif adalah cinnamon murni atau hasil mutasi yang bermata merah.
Perhatikan digram di bawah ini:
Pada burung, kromosom kelamin betina adalah ZW dan kromosom jantan adalah ZZ (pada binatang mamalia kromosom kelamin betina adalah XX dan kromosom jantan adalah XY). Hal ini berarti bahwa lovebird betina menghasilkan telur yang membawa Z dan W, sedangkan lovebird jantan menghasilkan sperma yang hanya membawa Z. Jika resesif gen mutan terjadi pada kromosom Z yang tidak ada pasangannya dengan kromosom W yang lebih pendek maka tidak terjadi pindah silang gen mutan tersebut.
Dengan demikian, lovebird betina hanya memerlukan satu gen resesif (contoh: g) untuk memperlihatkan adanya mutasi dalam penampilannya, sedangkan lovebird jantan memerlukan dua resesif gen (contoh: gg). Oleh karena keturunan yang berupa ZW adalah betina dan ZZ adalah jantan, pewarisan kromosom Z akan mengikuti pola khas: induk betina akan meneruskan kromosom Z hanya kepada keturunan jantannya, sedangkan induk jantan akan meneruskan kromosom Z kepada keturunan jantan dan betina. Itulah sebabnya anak betina akan selalu mewarisi kromosom Z dari induk jantan karena induk betina pasti telah menyumbangkan kromosom W. Lagi pula, induk betina dapat meneruskan informasi pada kromosom Z kepada cucunya hanya melalui anak-anak jantannya. Sifat genetik yang dilanjutkan dengan pola khas ini disebut rangkai kelamin.
Untuk memperoleh bentuk lutino dari lovebird ‘muka salem’ dapat dilihat pada Tabel 1. Gen dominan untuk warna hijau normal menggunakan simbol G.
Tabel 1:
Dengan demikian, pejantan warna hijau normal memiliki genotip GG, betina hijau normal adalah G-, jantan lutino adalah gg, jantan hijau normal atau pembawa sifat lutino adalah Gg, dan betina lutino adalah g-.
Apabila ingin diperoleh cukup banyak anak lovebird berbentuk lutino dari sepasang lovebird yang ditangkarkan maka sebaiknya kegiatan penangkaran dimulai dengan menangkarkan sepa-sang lovebird yang terdiri dari betina normal dan jantan lutino (Diagram l).
Diagram 1:
Dengan cara ini dapat diharapkan diperoleh 50% anak lutino pada generasi pertama. Hal ini tidak mungkin terjadi bila sepasang lovebird yang dikawinkan adalah betina lutino dengan jantan normal homozigot (Diagram 2).
Diagram 2:
Keuntungan lain dari penggunaan pasangan betina normal dengan jantan lutino adalah dapat diketahuinya jenis kelamin anak ketika berada di sarang, yaitu sebelum bulunya muncul. Anak yang betina (lutino) mempunyai mata berwarna merah, sedangkan anak jantan (normal) mempunyai mata berwarna gelap.
Untuk menghasilkan anak lovebird albino maka perlu dimulai dengan menyilangkan lovebird betina warna biru (BBb-) dengan lovebird jantan lutino (BBll). Persilangan kedua induk lovebird tersebut menghasilkan keturunan pertama (F1) anak betina lutino atau biru (Bbl-). Selain itu, diperlukan juga pejantan dengan genotip yang sama (Bbll) yang diperoleh dari hasil perkawinan induk betina lutino (BBl-) dengan induk jantan biru atau lutino (Bbll). Perkawinan antara kedua keturunan F1 (Bbl- x Bbll) tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.
Program persilangan untuk memperoleh anak bentuk albino dan lutino di atas dapat diterapkan untuk lovebird jenis lain yang mempunyai kedua bentuk mutasi tersebut.
2. Warna biru dan warna mutasi lainnya
Perkawinan antara lovebird kacamata ‘topeng’ yang berbulu normal (hijau) dengan yang berbulu biru merupakan salah satu contoh dari pasangan resesif yang melibatkan otosom (Tabel 3). Otosom merupakan kromosom yang tak menentukan jenis kelamin.
Tabel 3:
Warna hijau dominan terhadap warna biru. Bentuk genotip warna hijau adalah GG, sedangkan warna biru adalah resesif dengan genotip gg. Jadi, semua sel kelamin dari induk yang dominan akan mengandung satu gen G, sedangkan induk yang resesif akan mengandung satu gen g. Berarti semua anak akan menerima satu gen G dan satu gen g dari setiap induknya. Hal ini jelas terlihat bahwa semua anak pada generasi pertama (F1) akan mempunyai genotip Gg (Diagram 3).
Hal ini berarti secara fenotip anak lovebird tersebut berwarna hijau, tetapi anak lovebird tersebut membawa gen warna biru pada genotipnya. Jadi, anak lovebird tersebut bersifat heterozigot.
Ketika lovebird heterozigot tersebut dikawinkan maka pasangan lovebird tersobut akan menghasilkan anak yang berwarna hijau dan berwarna biru pada generasi kedua (F2). Perbandingan harapan dari anak lovebird warna hijau terhadap biru adalah 3 : 1 dengan satu pertiga anak lovebird berwarna hijau homozigot (GG), dua pertiga warna hijau heterozigot dan pembawa sifat warna biru (Gg), serta satu pertiga warna biru (gg).
Pasangan otosom resesif lainnya antara lain adalah perkawinan antara lovebird ‘muka salem’ yang berbulu normal dengan yang berbulu biru pastel, dan perkawinan antara jenis lovebird berbulu normal dengan lovebird warna mutasi lainnya.
Warna bulu mutasi lainnya pada lovebird yang melibatkan pasangan otosom resesif adalah pied dan golden cherry. Pada prinsipnya, untuk mendapatkan bulu dengan warna mutasi tersebut hampir sama dengan program persilangan untuk memperoleh bulu warna biru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar