Kamis, 25 April 2013

Trik Penyilangan LB agar Beranak Lutino/Albino

       Salah satu daya tarik lovebird adalah karena warnanya yang indah. Oleh karena itu, dalam pengembangbiakan lovebird biasanya direncanakan suatu pengembangbiakan lovebird dengan pola warna tertentu.

        Hal ini memang memungkinkan dan sudah banyak yang berhasil mengembangbiakkan lovebird dengan warna-warna tertentu. Biasanya warna-warna yang langka akan membuat harga lovebird menjadi sangat tinggi.
Dalam merencanakan warna bulu pada pengembangbiakan lovebird tidak dapat dilepaskan dari hukum genetik. Secara umum, demikian disebutkan Siti Nuramaliati Prijono dalam buku berjudul Lovebird, telah diketahui bahwa dari pasangan yang dikawinkan maka sifat anak-anak 50% meniru induk betina dan 50% meniru induk jantan. Dengan kata lain sifat anak merupakan perpaduan setengah sifat induk jantan dan setengah sifat induk betina. Sifat-sifat yang diturunkan ini pun masih dipengaruhi oleh sifat resesif dan sifat dominan yang dimiliki oleh pasangan yang dikawinkan.
Untuk menentukan sifat resesif dan dominan ini dapat diperkirakan setelah suatu pasangan yang berlainan sifatnya (dalam hal ini warna bulu) menurunkan dua-tiga periode keturunan. Bila keturunan pada periode-periode tersebut cenderung mempunyai hasil yang relatif sama maka dapat diperkirakan sifat dominan dan resesif yang ada pada induk jantan dan atau induk betina. Berdasarkan pengalaman-pengalaman inilah kemudian dapat disusun program perencanaan warna bulu pada anak lovebird dari pasangan-pasangan yang dipelihara.
          Berkaitan dengan pengembangbiakan lovebird untuk mendapatkan warna bulu yang berbeda maka pengetahuan dasar mengenai genetik sangat penting diketahui oleh penangkar. Dengan pengetahuan dasar genetik tersebut memungkinkan penangkar untuk mengawinsilangkan lovebird sehingga dapat diperoleh anak lovebird dengan warna bulu yang diinginkan.
A. Genetika sebagai Pengetahuan Dasar Pengembangbiakan Lovebird
          Genetika adalah ilmu tentang keturunan atau asal-usul makhluk hidup. Dalam ilmu ini dipelajari cara suatu sifat (karakter) diturunkan kepada keturunannya.
Unit terkecil bahan sifat keturunan adalah gen. Gen terletak pada kromosom dan tersusun secara linear. Dalam setiap sel tubuh terdapat sepasang kromosom. Dengan sendirinya gen-gen pada kromosom berpasangan dan pasangan gen tersebut terletak pada lokus yang sama. Gen-gen yang terletak pada lokus yang sama memiliki pekerjaan yang sama, hampir sama, atau berlawanan, tetapi untuk satu tugas tertentu. Sebagai contoh, gen G bersama alelnya g bekerja untuk menumbuhkan pigmentasi warna bulu. Gen G mampu untuk berpigmentasi, sedangkan gen g tidak mampu berpigmentasi. Tugas gen tersebut berlawanan, tetapi untuk tugas yang sama yaitu pigmentasi warna bulu.
                 Selama proses reproduksi, satu set kromosom diturunkan dari setiap induknya kepada anaknya. Sperma dan sel telur hanya berisi setengah dari jumlah kromosom yang ada di sel lainnya pada tubuh. Jadi, ketika dua dari “setengah kelompok” bersatu pada waktu proses pembuahan telur oleh sperma terbentuk suatu gabungan yang diturunkan pada anaknya.
                   Dalam genetika, bentuk luar atau kenyataan karakter yang dimiliki suatu individu (misalnya: warna hijau pada bulu) dikenal dengan istilah fenotip. Sementara bentuk susunan genetik suatu karakter yang dimiliki suatu individu dan ditulis dengan simbol gen dikenal dengan istilah genotip. Simbol gen untuk lovebird yang bulunya berwarna normal (hijau) ditulis GG. Lovebird yang berbulu lutino, biru, dan warna mutasi lainnya ditulis gg. Lovebird yang memiliki simbol gen yang sama (pasangan kedua alel pada suatu individu sama), misalnya GG dan gg, disebut homozigot.
               GG adalah pasangan homozigot yang bersifat dominan, sedangkan gg adalah pasangan homozigot yang bersifat resesif. Hal ini berarti bahwa warna lovebird yang normal (hijau) adalah dominan terhadap warna mutasi. Apabila lovebird memiliki simbol gen yang berbeda (pasangan kedua alel pada suatu individu tak sama), misalnya Gg, disebut heterozigot. Lovebird yang memiliki genotip yang heterozigot (Gg) maka akan menunjukkan warna bulu hijau. Warna hijau adalah dominan terhadap warna mutasi dan warna mutasi tersebut tertutup oleh warna hijau sehingga tidak terlihat dari penampilannya.
B. Program Persilangan untuk Menghasilkan Warna Mutasi Bulu
            Gen dapat mengalami mutasi lebih dari sekali sehingga dapat terbentuk 2 atau lebih macam alel bagi suatu gen. Gen G berperan untuk menumbuhkan warna bulu secara normal lalu gen G mengalami mutasi. Dengan demikian, gen G tidak mampu mengadakan warna bulu secara normal sehingga akan menghasilkan warna bulu lainnya, seperti albino dan lutino. Gen G yang bermutasi itu diberi simbol g. Gen yang mengalami mutasi tersebut ditulis dengan huruf kecil karena karakter yang ditumbuhkan bersifat resesif.
Artinya, bila gen g terdapat pada satu tubuh dengan gen G maka gen g akan ditutupi atau dikalahkan. Kejadian mutasi gen ini dapat dimanfaatkan untuk tujuan pengembangbiakan lovebird sehingga dihasilkan lovebird dengan warna bulu yang diharapkan, yaitu sama atau berbeda dengan induk jantan dan betinanya. Untuk tujuan komersial, cara ini cukup menguntungkan karena lovebird dengan warna mutasi mempunyai daya jual yang lebih mahal.
               Jenis lovebird yang banyak dijual di pasar burung di Indonesia adalah lovebird ‘muka salem’, lovebird kacamata ‘fischer’, lovebird kacamata ‘topeng’, dan lovebird hasil mutasi. Ketiga jenis lovebird tersebut dapat mudah dikembangbiakkan untuk menghasilkan lovebird warna mutasi. Di antara ketiga jenis lovebird komersial tersebut, lovebird ‘muka salem’ dapat menghasilkan banyak warna mutasi, seperti lutino (kuning, mata merah), golden cherry (kuning), cinnamon (cokelat kekuningan), biru pastel, pied (bercak warna), dan albino (putih, mata merah). Warna mutasi dari lovebird kacamata ‘topeng’ yang terkenal adalah biru.
Untuk mendapatkan anakan dengan warna mutasi, penangkar harus mempunyai induk dengan warna mutasi. Apabila ingin diperoleh anak dengan warna mutasi dari kedua induk yang berbulu normal maka caranya sangat rumit dan membutuhkan waktu yang sangat lama. Berikut ini contoh-contoh program perencanaan warna bulu pada anak lovebird dari pasangan-pasangan yang dipelihara.
1. Lutino dan albino
                 Lutino dan albirto pada lovebird ‘muka salem’ adalah bentuk dari mutasi rangkai kelamin resesif. Gen lutino dan albino terletak pada kromosom kelamin. Oleh karena itu, karakter yang ditimbulkan gen ini diturunkan bersama dengan karakter kelamin. Selain kedua bentuk mutasi tersebut, bentuk mutasi bulu lain yang melibatkan rangkai kelamin resesif adalah cinnamon murni atau hasil mutasi yang bermata merah.
Perhatikan digram di bawah ini:
             Salah satu daya tarik lovebird adalah karena warnanya yang indah. Oleh karena itu, dalam pengembangbiakan lovebird biasanya direncanakan suatu pengembangbiakan lovebird dengan pola warna tertentu. Hal ini memang memungkinkan dan sudah banyak yang berhasil mengembangbiakkan lovebird dengan warna-warna tertentu. Biasanya warna-warna yang langka akan membuat harga lovebird menjadi sangat tinggi.
            Dalam merencanakan warna bulu pada pengembangbiakan lovebird tidak dapat dilepaskan dari hukum genetik. Secara umum, demikian disebutkan Siti Nuramaliati Prijono dalam buku berjudul Lovebird, telah diketahui bahwa dari pasangan yang dikawinkan maka sifat anak-anak 50% meniru induk betina dan 50% meniru induk jantan. Dengan kata lain sifat anak merupakan perpaduan setengah sifat induk jantan dan setengah sifat induk betina. Sifat-sifat yang diturunkan ini pun masih dipengaruhi oleh sifat resesif dan sifat dominan yang dimiliki oleh pasangan yang dikawinkan.
           Untuk menentukan sifat resesif dan dominan ini dapat diperkirakan setelah suatu pasangan yang berlainan sifatnya (dalam hal ini warna bulu) menurunkan dua-tiga periode keturunan. Bila keturunan pada periode-periode tersebut cenderung mempunyai hasil yang relatif sama maka dapat diperkirakan sifat dominan dan resesif yang ada pada induk jantan dan atau induk betina. Berdasarkan pengalaman-pengalaman inilah kemudian dapat disusun program perencanaan warna bulu pada anak lovebird dari pasangan-pasangan yang dipelihara.
          Berkaitan dengan pengembangbiakan lovebird untuk mendapatkan warna bulu yang berbeda maka pengetahuan dasar mengenai genetik sangat penting diketahui oleh penangkar. Dengan pengetahuan dasar genetik tersebut memungkinkan penangkar untuk mengawinsilangkan lovebird sehingga dapat diperoleh anak lovebird dengan warna bulu yang diinginkan.
A. Genetika sebagai Pengetahuan Dasar Pengembangbiakan Lovebird
           Genetika adalah ilmu tentang keturunan atau asal-usul makhluk hidup. Dalam ilmu ini dipelajari cara suatu sifat (karakter) diturunkan kepada keturunannya.
          Unit terkecil bahan sifat keturunan adalah gen. Gen terletak pada kromosom dan tersusun secara linear. Dalam setiap sel tubuh terdapat sepasang kromosom. Dengan sendirinya gen-gen pada kromosom berpasangan dan pasangan gen tersebut terletak pada lokus yang sama. Gen-gen yang terletak pada lokus yang sama memiliki pekerjaan yang sama, hampir sama, atau berlawanan, tetapi untuk satu tugas tertentu. Sebagai contoh, gen G bersama alelnya g bekerja untuk menumbuhkan pigmentasi warna bulu. Gen G mampu untuk berpigmentasi, sedangkan gen g tidak mampu berpigmentasi. Tugas gen tersebut berlawanan, tetapi untuk tugas yang sama yaitu pigmentasi warna bulu.
          Selama proses reproduksi, satu set kromosom diturunkan dari setiap induknya kepada anaknya. Sperma dan sel telur hanya berisi setengah dari jumlah kromosom yang ada di sel lainnya pada tubuh. Jadi, ketika dua dari “setengah kelompok” bersatu pada waktu proses pembuahan telur oleh sperma terbentuk suatu gabungan yang diturunkan pada anaknya.
            Dalam genetika, bentuk luar atau kenyataan karakter yang dimiliki suatu individu (misalnya: warna hijau pada bulu) dikenal dengan istilah fenotip. Sementara bentuk susunan genetik suatu karakter yang dimiliki suatu individu dan ditulis dengan simbol gen dikenal dengan istilah genotip. Simbol gen untuk lovebird yang bulunya berwarna normal (hijau) ditulis GG. Lovebird yang berbulu lutino, biru, dan warna mutasi lainnya ditulis gg. Lovebird yang memiliki simbol gen yang sama (pasangan kedua alel pada suatu individu sama), misalnya GG dan gg, disebut homozigot.
            GG adalah pasangan homozigot yang bersifat dominan, sedangkan gg adalah pasangan homozigot yang bersifat resesif. Hal ini berarti bahwa warna lovebird yang normal (hijau) adalah dominan terhadap warna mutasi. Apabila lovebird memiliki simbol gen yang berbeda (pasangan kedua alel pada suatu individu tak sama), misalnya Gg, disebut heterozigot. Lovebird yang memiliki genotip yang heterozigot (Gg) maka akan menunjukkan warna bulu hijau. Warna hijau adalah dominan terhadap warna mutasi dan warna mutasi tersebut tertutup oleh warna hijau sehingga tidak terlihat dari penampilannya.
B. Program Persilangan untuk Menghasilkan Warna Mutasi Bulu
           Gen dapat mengalami mutasi lebih dari sekali sehingga dapat terbentuk 2 atau lebih macam alel bagi suatu gen. Gen G berperan untuk menumbuhkan warna bulu secara normal lalu gen G mengalami mutasi. Dengan demikian, gen G tidak mampu mengadakan warna bulu secara normal sehingga akan menghasilkan warna bulu lainnya, seperti albino dan lutino. Gen G yang bermutasi itu diberi simbol g. Gen yang mengalami mutasi tersebut ditulis dengan huruf kecil karena karakter yang ditumbuhkan bersifat resesif.
Artinya, bila gen g terdapat pada satu tubuh dengan gen G maka gen g akan ditutupi atau dikalahkan. Kejadian mutasi gen ini dapat dimanfaatkan untuk tujuan pengembangbiakan lovebird sehingga dihasilkan lovebird dengan warna bulu yang diharapkan, yaitu sama atau berbeda dengan induk jantan dan betinanya. Untuk tujuan komersial, cara ini cukup menguntungkan karena lovebird dengan warna mutasi mempunyai daya jual yang lebih mahal.
                 Jenis lovebird yang banyak dijual di pasar burung di Indonesia adalah lovebird ‘muka salem’, lovebird kacamata ‘fischer’, lovebird kacamata ‘topeng’, dan lovebird hasil mutasi. Ketiga jenis lovebird tersebut dapat mudah dikembangbiakkan untuk menghasilkan lovebird warna mutasi. Di antara ketiga jenis lovebird komersial tersebut, lovebird ‘muka salem’ dapat menghasilkan banyak warna mutasi, seperti lutino (kuning, mata merah), golden cherry (kuning), cinnamon (cokelat kekuningan), biru pastel, pied (bercak warna), dan albino (putih, mata merah). Warna mutasi dari lovebird kacamata ‘topeng’ yang terkenal adalah biru.
                 Untuk mendapatkan anakan dengan warna mutasi, penangkar harus mempunyai induk dengan warna mutasi. Apabila ingin diperoleh anak dengan warna mutasi dari kedua induk yang berbulu normal maka caranya sangat rumit dan membutuhkan waktu yang sangat lama. Berikut ini contoh-contoh program perencanaan warna bulu pada anak lovebird dari pasangan-pasangan yang dipelihara.
1. Lutino dan albino
            Lutino dan albirto pada lovebird ‘muka salem’ adalah bentuk dari mutasi rangkai kelamin resesif. Gen lutino dan albino terletak pada kromosom kelamin. Oleh karena itu, karakter yang ditimbulkan gen ini diturunkan bersama dengan karakter kelamin. Selain kedua bentuk mutasi tersebut, bentuk mutasi bulu lain yang melibatkan rangkai kelamin resesif adalah cinnamon murni atau hasil mutasi yang bermata merah.
Perhatikan digram di bawah ini:
          Pada burung, kromosom kelamin betina adalah ZW dan kromosom jantan adalah ZZ (pada binatang mamalia kromosom kelamin betina adalah XX dan kromosom jantan adalah XY). Hal ini berarti bahwa lovebird betina menghasilkan telur yang membawa Z dan W, sedangkan lovebird jantan menghasilkan sperma yang hanya membawa Z. Jika resesif gen mutan terjadi pada kromosom Z yang tidak ada pasangannya dengan kromosom W yang lebih pendek maka tidak terjadi pindah silang gen mutan tersebut.

              Dengan demikian, lovebird betina hanya memerlukan satu gen resesif (contoh: g) untuk memperlihatkan adanya mutasi dalam penampilannya, sedangkan lovebird jantan memerlukan dua resesif gen (contoh: gg). Oleh karena keturunan yang berupa ZW adalah betina dan ZZ adalah jantan, pewarisan kromosom Z akan mengikuti pola khas: induk betina akan meneruskan kromosom Z hanya kepada keturunan jantannya, sedangkan induk jantan akan meneruskan kromosom Z kepada keturunan jantan dan betina. Itulah sebabnya anak betina akan selalu mewarisi kromosom Z dari induk jantan karena induk betina pasti telah menyumbangkan kromosom W. Lagi pula, induk betina dapat meneruskan informasi pada kromosom Z kepada cucunya hanya melalui anak-anak jantannya. Sifat genetik yang dilanjutkan dengan pola khas ini disebut rangkai kelamin.
          Untuk memperoleh bentuk lutino dari lovebird ‘muka salem’ dapat dilihat pada Tabel 1. Gen dominan untuk warna hijau normal menggunakan simbol G.
Tabel 1:
             Dengan demikian, pejantan warna hijau normal memiliki genotip GG, betina hijau normal adalah G-, jantan lutino adalah gg, jantan hijau normal atau pembawa sifat lutino adalah Gg, dan betina lutino adalah g-.
Apabila ingin diperoleh cukup banyak anak lovebird berbentuk lutino dari sepasang lovebird yang ditangkarkan maka sebaiknya kegiatan penangkaran dimulai dengan menangkarkan sepa-sang lovebird yang terdiri dari betina normal dan jantan lutino (Diagram l).
Diagram 1:
               Dengan cara ini dapat diharapkan diperoleh 50% anak lutino pada generasi pertama. Hal ini tidak mungkin terjadi bila sepasang lovebird yang dikawinkan adalah betina lutino dengan jantan normal homozigot (Diagram 2).
Diagram 2:
              Keuntungan lain dari penggunaan pasangan betina normal dengan jantan lutino adalah dapat diketahuinya jenis kelamin anak ketika berada di sarang, yaitu sebelum bulunya muncul. Anak yang betina (lutino) mempunyai mata berwarna merah, sedangkan anak jantan (normal) mempunyai mata berwarna gelap.
Untuk menghasilkan anak lovebird albino maka perlu dimulai dengan menyilangkan lovebird betina warna biru (BBb-) dengan lovebird jantan lutino (BBll). Persilangan kedua induk lovebird tersebut menghasilkan keturunan pertama (F1) anak betina lutino atau biru (Bbl-). Selain itu, diperlukan juga pejantan dengan genotip yang sama (Bbll) yang diperoleh dari hasil perkawinan induk betina lutino (BBl-) dengan induk jantan biru atau lutino (Bbll). Perkawinan antara kedua keturunan F1 (Bbl- x Bbll) tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.
         Program persilangan untuk memperoleh anak bentuk albino dan lutino di atas dapat diterapkan untuk lovebird jenis lain yang mempunyai kedua bentuk mutasi tersebut.
2. Warna biru dan warna mutasi lainnya
          Perkawinan antara lovebird kacamata ‘topeng’ yang berbulu normal (hijau) dengan yang berbulu biru merupakan salah satu contoh dari pasangan resesif yang melibatkan otosom (Tabel 3). Otosom merupakan kromosom yang tak menentukan jenis kelamin.
Tabel 3:
                 Warna hijau dominan terhadap warna biru. Bentuk genotip warna hijau adalah GG, sedangkan warna biru adalah resesif dengan genotip gg. Jadi, semua sel kelamin dari induk yang dominan akan mengandung satu gen G, sedangkan induk yang resesif akan mengandung satu gen g. Berarti semua anak akan menerima satu gen G dan satu gen g dari setiap induknya. Hal ini jelas terlihat bahwa semua anak pada generasi pertama (F1) akan mempunyai genotip Gg (Diagram 3).
                 Hal ini berarti secara fenotip anak lovebird tersebut berwarna hijau, tetapi anak lovebird tersebut membawa gen warna biru pada genotipnya. Jadi, anak lovebird tersebut bersifat heterozigot.
               Ketika lovebird heterozigot tersebut dikawinkan maka pasangan lovebird tersobut akan menghasilkan anak yang berwarna hijau dan berwarna biru pada generasi kedua (F2). Perbandingan harapan dari anak lovebird warna hijau terhadap biru adalah 3 : 1 dengan satu pertiga anak lovebird berwarna hijau homozigot (GG), dua pertiga warna hijau heterozigot dan pembawa sifat warna biru (Gg), serta satu pertiga warna biru (gg).
          Pasangan otosom resesif lainnya antara lain adalah perkawinan antara lovebird ‘muka salem’ yang berbulu normal dengan yang berbulu biru pastel, dan perkawinan antara jenis lovebird berbulu normal dengan lovebird warna mutasi lainnya.
            Warna bulu mutasi lainnya pada lovebird yang melibatkan pasangan otosom resesif adalah pied dan golden  cherry. Pada prinsipnya, untuk mendapatkan bulu dengan warna mutasi tersebut hampir sama dengan program persilangan untuk memperoleh bulu warna biru.

Rabu, 24 April 2013

Kendala Beternak Blackthorat


Buat pecinta BT ini kisah dari rekan-rekan Kicaumania(KM) kendala-kendala ternak BT, kebetulan Sabtu dan Minggu sempet kumpul-kumpul beberapa pecinta BT, nah ini kisah yang saya rangkum kendala-kendala yang dialami bagi peternak BT.
1. Susah Penjodohan Dari beberapa kasus BT termasuk yg paling susah di jodohkan,bahkan dari pengalamn rekan Km ada yg sampai 3 bln padahal kondisi sdh cukup umur. Nah dari pengalaman rekan Km yg telah berhasil dng mudah menjodohkan BT cukup 1-2mg saja caranya buat kandang kusus penjodohan dng kondisi dua kandang di jadikan satu,tangkringan harus sejajar,satukan brg yg mau di jodohkan hanya di batasi sekat jeruji,paling lama 1-2mg sdh jodoh & langsung bisa di satukan.

2. Indukan sering membuang telor
Penanganannya begitu ketahuan BT sdh bertelor angkat pejantan,biarkan betina merawat telor sendiri dan ungsikan/tempatkan BT betina tsb di tempat yg sepi/tidak tercampur dng pasangan yg lain kalo bisa tidak melihat sama sekali pejantan/suaranya .
3. Suka mengaduk2 Sarang
Siapakan du sarang sekali gus dlm satu kandang untuk memberikan kesibukan pd pejantan karena ada pejantan yg suka ngacak2 sarang bisa lihat Bt betina ngeram,nah kalo ada dua sarang dlm satu kandang pengalaman dari beberapa rekan mampu mengalihkan perhatian sehingga tdk mengganggu BT mengeram.

4.Tidak mau mengerami telorKalo sdh kelihatan kawin segera angkat BT jantan N kurangi pemberian EF(telor) perbanyak sayuran,untuk mengurangi timbulnya birahi susulan dng cara ini banyak yg sudah berhasil.

5. Mematuk Telor
Sediakan selalu dlm kandang Sotong kering/grit banyak kasus makan telor sendiri karena kekurangan kalcium.

6. Tidak mau meloloh
Hampir sama dng kasus no 2(dua) BT ini sama sekali ga mau di ganggu.

7. Pejantan makan anakan
Nah ini mungkin hal baru belum banyak di ketahui rekan2,ternyata BT mempunyai sifat kanibal yg lumayan besar terbukti dari pengakuan rekan2 penangkar BT pernah mengalami hal semacam ini.
Solusinya segera ungsikan BT jantan dari indukan yg sedang bawa anak perbanyak pemberian telor puyuh,jg bubur bayi kering/biscuit di kremes2.

8. Pemangsa dari luar(predator) spt CICAK,KODOK,TIKUS,TOKEK,SEMUT.
Inilah musuh2 trotolan BT,gunakan kandang yg berbahan strimin/model jala dari kawat/almunium yg tidak memungkinkan hewan2 tsbt masuk,jangan memakai kandang berbahan bambu/kayu, cicak/tikus msh mudah menjangkau.
kusus semut jangan di tempelkan di tembok/klo sampai menempel sekeliling kandang tsb di beri kapur anti semut/bila kandang berdiri kaki2 kandang di kasih tatakan di beri oli.

Nah itu salah satu kendala2 ternak BT dari obrolan rekan2 KM minggu kemarin nati akan bersambung ...mudah2an bermanfaat bagi rekan2 yg ingin membiakan BT,semua kupasan di atas pengalaman yg pernah di alami rekan2 KM pecinta BT.
Lanjut kembali...

BT Jantan sering mati di sarang
Akibat terjerat sarang karena kebiasaan BT jantan yg suka mengaduk2 sarang.
Penanganannya carilah bahan sarang yg lembut spt serat nanas/serat buah kelapa TAPI...harus di potong2 kira2 5-10cm panjangnya ,jadi klo beli sarang sdh jadi bulatan potong sarang jadi 4-5 bagian kemudian baru di tempatkan dlm wadah sarang.

BT ga mau nelor di sarang.
Ganti bahan sarang / cuci sarang bersih2 karena ada beberapa kasus Bt klo sarang kotor/bau sesuatu yg ga lazim ga mau menempati sarang.
Juga sarang yg terlalu keras(daun cemara tdk cocok untuk BT).
Wadah sarang usahakan membentuk kantong semar,krn ada betina yg ga mau terlihat sama sekali.
Tutup kiri kanan,belakang sarang biar tdk terlihat hanya bag depan yg terbuka.

BT sdh jodoh ga nelor2
Usahakan klo di tangkar jng sering2 di mandikan biarkan saja BT mandi sendiri dari wadah minum.
Buatlah / paksakan agar birahi bisa timbul bersama2 caranya selain pemberian EF yg memadai ada cara jitu untuk mendongkrak birahi ...dengan pemberian PROBIOTIK salah satu contoh yg biasa di gunakan rekan2 yaitu super breding.

BT ngeram sering keluar2 sarang (shg telor gagal netas)
Usahakan penempatan / susunan kandang jangan berhadapan tapi se arah menyamping kiri/kanan TAPI sisi kiri/kanan jg belakan harus tertutup agar pasangan2 tsb tdk saling lihat,hanya bag depan saja yg kelihatan .

Nah sementara itu dulu tambahannya nanti klo ada masukan dari rekan2 saya tambahkan kembali / silahkan para SENIOR,PAKAR untuk menambahkan atau koreksi,karena bahasan di atas itu dasarnya dari pengalaman aja beberapa rekan penangkar BT.
Sumber :
Ndoro Agung
Moderator Kicaumania

Selasa, 16 April 2013

Jenis-Jenis Muray Batu

             Murai Batu merupakan burung yang mempunyai keistimewaan dari pada burung berkicau lainnya dan mempunyai penggemar yang sangat banyak di indonesia,hampir semua  ( EO ) Event Organizer selalu mempertandingkan kelas murai batu dan tidak melihat dari daerah mana asal murai batu tersebut di karenakan kelas murai batu ini adalah kelas yang sangat beragam jenisnya dan tergantung dari minat dan budgetnya .
Jenis dari kicauan murai batupun tidak sama dan masing masing mempunyai kelebihan yang sangat beraneka ragam,ayo kita coba dengarkan kicauan burung murai batu dengan seksama.
- Setiap murai batu satu dengan yang lainnya tidak ada yang sama.dalam lagu,intonasi ataupun besar kecilnya volume.
- Gaya bertarung yang indah dengan ekor yang bergerak naik turun membuat burung ini kelihatan lebih menawan.
- Harga burung ini pun bervariasi tergantung jenis burung dan panjang pendeknya ekor.
- Jenis Murai batu pun sangat beraneka ragam .
- Kicau mania menamai burung ini menjadi 7 ( Tujuh ) jenis yang terdapat di Indonesia dan hampir semua 
  EO tidak mempermasalahkan asal murai batu tersebut,yang terpenting adalah asal dari Indonesia Melainkan
   bukan burung dari negara lain.
Jenis-jenis murai batu yg dikenal di Indonesia:
  1. Murai Aceh, di kaki G Leuser wilayah Aceh. Panjang ekor 25 – 30 cm.
  2. Murai Batu Nias, panjang ekor 20 – 25 cm. Ekor keseluruhan berwarna hitam.
  3. Murai Batu Medan, Bukit Lawang, Bohorok, kaki G Leuser wilayah Sumatra Utara. Panjang ekor 27 – 30 cm.
  4. Murai Batu Jambi, hidup di Bengkulu, Sumatra Selatan, Jambi.
  5. Murai Batu Lampung, hidup di Krakatau, Lampung. Ukuran tubuh lebih besar dari Murai Medan. Panjang ekor 15 – 20 cm.
  6. Murai Banjar (Borneo), jenis ini paling populer di Kalimantan, karena sering merajai berbagai lomba di Kalimantan. Penyebaran di Kalimantan Timur & Kalimantan Selatan. Panjang ekor 10 – 12 cm.
  7. Murai Batu Larwo ( Murai Jawa), hidup di Jawa Tengah & Jawa Barat. Tubuh jauh lebih kecil dari murai medan. Jenis ini sudah sangat langka ditemukan. Panjang ekor 8 – 10 cm.
1. Murai Batu Medan. 


Murai batu medan adalah jenis murai batu terbaik di Indonesia dibandingkan dengan jenis murai batu lainnya. berikut ciri-ciri murai batu medan
  1. Bukit Lawang, Bohorok, kaki G Leuser wilayah Sumatra Utara
  2. Panjang ekor antara 27-30 cm
  3. Postur tubuh jauh lebih besar dan Panjang
  4. Bulu ekor agak melengkung dan semkin ke ujung ekor melebar membelah
  5. Memiliki intonasi suara yang jelas dan keras
  6. Variasi kicauan terus-menerus tanpa terputus
  7. Variasi kicauan lebih kaya
  8. Warna bulu lebih hitam pekat
2. Murai Batu Lampung 
Murai batu Lampung merupakan jenis Murai batu yang paling banyak dijumpai dan dipelihara oleh para kicau mania.Murai batu Lampung dianggap berasal dari lampung.
  1. Warna bulu hitam pekat dan warna dada coklat tua
  2. Memiliki intonasi suara lebih kecil daripada murai batu medan dan variasi kicauannya diulang-ulang dalam waktu yang sama. Variasi kecauannya juga lebih sedikit dibandingkan dengan variasi kicauan murai batu medan
  3. Memiliki ekor lebih pendek (kuran lebih 15cm)  dan postur tubuh lebih kecil dibandingkan dengan murai batu medan
  4. Bentuk bulu ekor lurus
  5. Memiliki gerakan yang lebih lincah dibandingkan dengan murai batu medan
3. Murai Batu Kalimantan 
  1. Postur badan sedang dan tidak panjang
  2. Warna bulu hitam pekat dan warna dada coklat muda
  3. Panjang ekor kurang lebih 13cm dengan ujung ekor makin melebar
  4. Bentuk bulu ekor lurus
  5. Memiliki intonasi suara kicauan kurang keras
  6. Variasi kicauan tidak banyak

4.Murai Nias
Murai batu nias memiliki kepandaian dan IQ lebih tinggi, yang dibuktikan dengan daya tangkap dalam meniru suara di sekitarnya yang lebih cepat daripada murai batu dari daerah lain
  1. Pangjang ekor antara 20-25 cm
  2. Keseluruhan ekor cenderung bewarna hitam Black Trail
5. Murai Batu Larwo ( Murai Jawa)
Murai Batu Jawa  ( Larwo ) memang identik dengan murai batu karena dia masih satu genus dengan nama Copsychus malabaricus ssp. javanicus (Murai Batu Jawa). Jadi salah kalau ada yang mengartikan bahwa larwo berbeda dari murai batu.Pada beberapa tahun lalu, burung ini masih banyak terlihat di sekitar hutan-hutan di pegunungan di Pulau Jawa. Habitat larwo mulai dari Ujung Kulon sampai Gunung Kidul dan beberapa tempat lainnya.
Ciri-siri khusus
  1. Perbedaan lainnya adalah performa ketika bersuara, yakni bulu-bulu di kepalanya akan berdiri seperti jambul.
  2. Suara burung ini mirip dengan burung murai batu jenis lainnya. Beberapa kicau mania menyebutkan bahwa suaranya kurang variatif tapi ada juga yang menyebutkan bahwa suaranya hampir sama dengan murai batu lainnya (variatif).
  3. Menurut saya, sebagaimana penentuan “kualitas” burung murai batu secara umum, ada pada karakter dari burung itu sendiri. Jika ada yang mengatakan burung larwo bersuara variatif atau sebaliknya, hal itu tergantung karakter burung dan tentu saja perawatan dan pemasteran jika burung itu ada dalam pemeliharaan tangan manusia.
  4. keberadaan larwo sudah jarang dan di hutan-hutan Pulau Jawa juga sudah nyaris punah. Dengan demikian, sangat diharapkan adanya upaya penangkaran terhadap larwo demi pelestariannya. (*)